Banturejo, Ngantang, Malang

SEJARAH
Desa ini
didirikan oleh Raden Kyiai Poncoreno, salah seorang ahli waris kerajaan
Mataram, yang juga penasihat spiritual Pangeran
Diponegoro yang melarikan diri dari kejaran prajurit Belanda. Pada awalnya,
Banturejo yang merupakan wilayah lereng gunung Kelud, dianggap Raden Poncoreno
sebagai daerah yang strategis untuk bersembunyi. Di sela-sela persembunyian
beliau, banyak warga masyarakat di wilayah Ngantang yang mendatangi beliau
untuk Ngangsu Kaweruh atau sekedar minta nasihat. Akhirnya, dengan
berjalannya waktu dan semakin banyaknya warga masyarakat di Ngantang yang
datang dan nyantri kepada beliau, Raden Kyiai Poncoreno semakin terkenal
di wilayah Malang Barat.
Inilah yang
oleh beberapa ahli sejarah dianggap sebagai asal-usul dusun Banu, desa
Banturejo. Wilayah dimana Raden Kyiai Poncoreno, datang, melihat, dan membangun
tatanan masyarakat yang majemuk dan madani. Mbah No, kata sapaan untuk
beliau yang merupakan representasi sebuah penghormatan untuk kedalaman ilmu,
kearifan jiwa dan kebijaksanaan hati ini, akhirnya menjadi nama daerah dimana
beliau tinggal dan membangun padepokan, MBANU atau BANU.
Walaupun
beliau seringkali menjadi tokoh dan ahli spirituil yang mumpuni, baik dalam hal
kehidupan bermasyarakat, maupun dalam kehidupan beragama, khususnya Islam,
namun beliau tetap rendah hati. Walaupun beliau merupakan salah satu penyebar
Islam di wilayah Ngantang Selatan (Kidul Konto), namun beliau tetap menghargai
perbedaan keyakinan setiap masyarakat dan penduduk sekitar. Semangat toleransi
inilah yang diturunkan dan diajarkan Mbah No, yang mana hingga saat ini tetap
dipegang teguh masyarakat Banturejo, dan Banu pada umumnya. Hal ini dibuktikan
dengan keberagaman aliran dan agama di wilayah Banu yang secara geografis tidak
terlalu besar bila dibandingkan dengan dusun-dusun yang lain. Di dusun Banu,
berdiri 4 masjid. Masjid tertua dan terbesar ini merupakan masjid jami'/masjid
Agung di wilayah Banu adalah Masjid Baitus Salam. Masjid yang dibangun di era
akhir abad 19 ini, dahulu merupakan basis penyebaran agama islam di wilayah
Banturejo dan sekitarnya. Karena pendirian Masjid jami' ini juga untuk
padepokan pengajaran agama Islam, masjid jami' ini dibangun di wilayah yang
tenang dan tidak terganggu hiruk pikuk jalan raya. Masjid ini berdiri di
tengah-tengah kampung Banu, tepatnya di sekitar depan Balai desa Banturejo.
Selain
masjid agung Baitus Salam, pada akhir tahun 1978, bersamaan dibangunnya
bendungan Selorejo, dibangun pula masjid A'maliyah yang secara administratif
dibangun di atas wilayah taman wisata Selorejo. Masjid ini diresmikan oleh Ny.
Hj. Nelly Adam Malik, istri wakil presiden RI, Adam Malik. Masjid A'maliyah ini
dibangun dengan gabungan antara arsitektur modern, jawa kuno, dan sedikit
nuansa mandarin. Hal ini dibuktikan dengan bentuk desain atap yang menyerupai
bangunan China, dengan bahan atap sirap khas Jawa.
Selain itu,
ada juga masjid Lailatul Qodar dan masjid Baitus Syukur. Dua masjid terakhir
ini adalah masjid yang baru saja selesai dibangun. Ada pula 2 gereja di wilayah
Banu, dan tempat peribadatan untuk Aliran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa serta Perguruan Ilmu Sejati.
Raden Kyiai
Poncoreno sendiri dimakamkan di pemakaman umum desa Banturejo, di belakang
balai desa Banturejo. Disamping makam Raden Poncoreno, ada makam istri beliau,
makam Raden Setyowiryo, dan beberapa pejuang Mataram lainnya. Makam Raden
Poncoreno ini seringkali dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah di Malang, bahkan dari Jawa Tengah khususnya
keluarga kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun Kasultanan Ngayogjakarta
Hadiningrat.
Namun
beberapa waktu yang lalu, sempat muncul kontroversi saat upacara pemindahan
makam Raden Poncoreno. Sebagian tokoh dan ahli spiritual berpendapat, jika makam yang
dikeramatkan tersebut bukanlah makan Raden Kyiai Poncoreno, namun makam orang
lain. Mereka berpendapat jika makam Raden Poncoreno saat ini berada di kompleks
taman wisata Bendungan Selorejo, tepatnya di area padang Golf Selorejo.
KONDISI MASYARAKAT
Di bagian
pinggir desa ini tepatnya di lereng bukit yang membendung waduk Selorejo terdapat juga sebuah makam yang dikenal sebagai Makam Putri Kleting
Kuning, yang konon merupakan istri
dari Trunojoyo. Namun ada
juga yang beranggapan jika makam yang membujur ke arah timur (adat pemakaman
membujur ke utara, red) tersebut adalah makam Trunojoyo sendiri. Selain itu, di
desa Banturejo juga terdapat Radio Komunitas yang menjadi pioner radio
komunitas di wilayah Malang Barat, yang meliputi Kecamatan Pujon, Ngantang dan Kasembon.
Radio dengan gelombang 107,6 MhZ tersebut bernama SURYA FM. Radio FM Stereo ini juga merupakan mitra resmi
instansi pemerintahan dan aparatur keamanan (Polsek atau Koramil) di wilayah
Ngantang. Selain itu, radio ini juga merupakan official media patner dari
Kappala, Jangkar Kelud, dan beberapa instansi swasta di kecamatan Ngantang,
seperti Taman Wisata Bendungan Selorejo, Balai Pengobatan KUSUMA HUSADA, KUD
Sumber Makmur Ngantang, Biogas Rumah "Kusuma Biru" CPO Ngantang,
Padepokan Cahaya Illahi, PJTKI dan beberapa instansi lainnya.
Desa
Banturejo membawahi 3 Dusun, dusun Sromo,
dusun Banu, dan dusun Ngramban. Dusun Sromo dipimpin oleh Muhammad Kholid,
dusun Banu oleh Subeni, sedangkan Ngramban dipimpin oleh Edi Sunarto. Mata
pencaharian sebagian besar penduduk
adalah petani, pegawai,
peternak sapi perah, buruh pabrik, dan pedagang. Sebelah utara
desa ini berbatasan dengan Bendungan Selorejo dan wilayah desa Mulyorejo,
sebelah selatan dengan desa Ngantru dan gunung Kelud, serta sebelah barat
dengan desa Pandansari.
- Kepala Desa Banturejo:
1.
Suharto (1984-1992)
2.
Guguk Dwi Praminto (1992-2007)
3.
Kusnanto (2007-sekarang)
- Kepala Dusun;
1.
Sromo ; M. Cholid
2.
Banu ; Subeni
3.
Ngramban ; Edi Sunarto
- Perangkat Desa Banturejo;
1.
Sekretaris Desa : Leo Rangga Wijaya
2.
Kaur Kesra : Djumadi Al-Baihaqy
3.
Kaur Keamanan : Kasiyanto
4.
Kaur Keuangan : Yenta Meilila
5.
Kaur Umum : Sabar Sugiono
6.
Kaur Kapetengan : Harlin Wibisono
7.
Kaur Pemerintahan: Sulliant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar